Pameran kelompok Nesos
Prosaic Poetic
Pameran kelompok Nesos yang terdiri dari Aam Artbrow, Aly Waffa, Mayek Prayitno,
Mahendra Pampam, Wira Datuk, Suwandi Waeng, Rifai Prasasti, Ulil Gama dan Wibi Asrob
diselenggarakan di NW Art Space dari tanggal 23 Juli – 12 Agustus 2022. Pameran itu diberi
judul “Prosaic – Poetic” yang bisa diartikan sebagai ‘persoalan kehidupan keseharian yang
kemudian ditarik inti-intinya’ untuk dijadikan solusi dalam bahasa jiwa.
Secara umum orang-orang merasa hidup dalam tatanan realitas; bagaimana upaya
mereka bertahan hidup, berjuang meraih cita-cita, bermasyarakat dan bernegara adalah
kenyataan yang membosankan yang tidak bisa dibantah. Kenyataan seperti ini yang kemudian
dikategorikan sebagai prosaic. Di balik kenyataan terdapat suatu ruang yang memiliki
realitasnya sendiri yang disebut imajinasi. Imajinasi biasanya dianggap sebagai sesuatu ruang
yang tidak nyata, pengkhayal, imajiner. Dunia imajinasi memiliki ruang yang tidak terbatas
dengan memungkinkan ketidaknyataan menjadi nyata (Mayek Prayitno, 9 Juni 2022). Ruang
seperti ini yang disebut poetic.
Metode analisis yang saya gunakan dalam membedah permasalahan yang terungkap
melalui karya-karya kelompok ‘Nesos’ adalah teori Imajinasi J. Engell dalam Journal
Cambridge. Dalam teori itu disebutkan bahwa imajinasi adalah kemampuan tertinggi manusia
yang memungkinkan nalar bekera dan perasaan menggeliat. Imajinasi adalah alat manusia
untuk membongkar segala yang mengungkungnya, untuk menjangkau yang tak terbatas, alat
untuk mengubah dan menggubah realitas, dalam arti mengadakan perubahan hidup sekaligus
menciptakan realitas baru. Shelley memodifikasi realitas sehari-hari menjadi being is
imaginary, kenyataan adalah apa yang kita imajinasikan. Shelley beranggapan bahwa
imajinasi manusia adalah bagian dari budi universal, sekaligus merupakan aspek ilahi dalam
kodrat manusia. Imajinasi menyebarkan sinar tak terlihat yang menghubungkan dan
menghidupkan segala hal. Bahkan jiwa manusia, katanya, dihidupi oleh inajinasi,sementara
akal adalah bagian tubuh (otak) semata (Engell, 1981/256-264).
Pengalaman macam itulah yang akhirnya mengubah sikap reaktif (menjawab) menjadi
kreatif (mencipta); kecenderungan reseptif (mencerap) menjadi formatif (membentuk).
Pengalaman indrawi menyentuh intuisi lalu membukakan imajinasi.
Karya-karya lukisan Aam Artbrow, Aly Waffa, Mayek Prayitno, Mahendra Pampam, Wira
Datuk, Suwandi Waeng, Rifai Prasasti, Ulil Gama dan Wibi Asrob bisa dikatakan menarik inti masalah dalam kehidupan keseharian menjadi metafor-metafor imajinasi yang bisa
dikomunikasikan kepada khalayak umum. Sebab seni murni pada dasarnya adalah
komunikasi. Komunikasi antar manusia melalui penafsiran atas sebuah karya. Bahasa yang
digunakan dalam komunikasi seni murni adalah bahasa imajinasi, yaitu imajinasi rupa yang
bentuknya diolah sedemikian rupa hingga menjadi metafor yang bermakna. Dalam bahasa
poetic ini memang tak ada gramatika baku seperti dalam bahasa prosaic. Bahkan setiap
seniman bebas untuk menciptakan sendiri ungkapan khas atau ideolect-nya secara pribadi.
Dalam komunikasi itu logika yang bekerja pun berbeda, yaitu cenderung didominasi
‘logika rasa’ imajinatif yang sangat mengandalkan imajinasi dan hati. Tentu saja saat
menafsirkan karya, ‘logika nalar’ konseptualpun ikut berperan, namun kekhasan komunikasi
lewat karya seni terletak bukan pertama-tama pada ‘makna’ logis konseptualnya, melainkan
pada ‘efek’ rasawi imajinasinya. Melalui efek rasawi itulah orang lantas lebih lanjut
menalarkan ‘makna’-nya. Pada titik ini seni memang merupakan kegiatan memproduksi efek
indrawi, efek imajinatif dan rasawi.
Maka tak heran apabila filsuf Aristoteles mengungkapkan, bahwa orang-orang jenius
yang sesungguhnya bukanlah mereka yang canggih menghitung atau menyimpulkan gagasan,
melainkan mereka yang mampu menciptakan metafora-metafora baru yang mengejutkan,
cara-cara baru yang segar untuk memahami kenyataan. Dari sisi ini karya-karya poetic tiada
lain adalah bermacam upaya untuk merekayasa kognisi, cognitive engineering (Scheling,
1989: 22). Semacam itulah yang dapat kita harapkan dari para seniman kelompok Nesos yang
berpameran kali ini di NW Art Space.
Selamat berpameran.
BSG Jambidan, 18 Juli 2022
Aa Nurjaman
- Pustaka
Engell, J. ”The Creative Imagination: Englightement to Romanticism”. Cambidge Mass.
1981/256-264
Irawati, Ferra. “Analisis Visual Lukisan Karya Aly Waffa Periode 2019-2022 di Gresik
Jawa Timur”. Jurnal Seni Rupa, Vol. 10, No. 5, Tahun 2022/79-91.
Mandoki, Katya. 2007. Everyday Aesthetics: prosaics, the play of culture, and social identities.
Aldershot: Ashgate.
Scheling. 1989. The Philosophy of Art. Transl: Douglas W. Stott. Minnesota: University of
Minenesota Press.
Deskripsi Mayek Prayitno, 9 Juni 2022