Data Artikel

Rumah Kaligrafi Syaiful Adnan

*RUMAH KALIGRAFI SYAIFUL ADNAN*

Didin Sirojuddin AR

 

Dalam perjalanan utk melamarkan keponakan ke Pacitan, saya nginap 3 hari di Pasar Malioboro Yogya. Di Kota Gudeg ni saya sempatkan silaturahmi ke *Rumah Kalgrafi Syaiful Adnan (RKS)* di kawasan Bantul. Rumah ini ideal banget dijadi’in showroom kaligrafi gaya Syaifuli. Warna-warna  cokelat, biru, merah, hijau toska atau putih medok kegemaran Mas Syaiful sangat sensasional. Seperti menggambarkan kombinasi bentuk dan fungsi antara karya2 yg dinamis-beringas dg penampilan pelukisnya yg kalem. Kalem tapi gesit. Seperti kata penyair Al-Mutanabbi:

تبدى سكون الحسن فى حركاتها

_”Mengekspresikan kalemnya keindahan dalam gerak-geraknya.”_

Yg lebih membahagiakan, karena  persahabatan kami  sudah 40 tahun sejak 1981, namun tetap kukuh. Tidak pernah bertengkar. Beda pendapat saja tidak. Padahal, waktu itu, Mas Syaiful datang dg gerbong “kaligrafi lukis- kontemporer” (خط الرسم الجديدالمعاصر). Sedangkan saya dari jamaah “kaligrafi murni- klasik” (الخط التقليدى القديم). Di awal 1980an, meletus “perang terbuka” antara dua kubu ini. Para khattat menuduh pelukis merusak kanun kaedah khattiyah. Para pelukis, di dalamnya ada Syaiful Adnan, malah menjawab balik, bahwa “kaligrafi tidak hanya selesai pada huruf”. Maka, harus diolah dalam rupa-rupa teknik di aneka media. Anehnya, saya malah gabung ke pelukis, karena yakin mereka tidak sengaja merusak. Mereka hanya “berontak” ingin mencari yg baru. Perjalanan kaligrafi sendiri disarati “pemberontakan” menemukan gaya-gaya baru. Dari semula cuma satu jenis Nabatia mutakhir dg 2 tipe (yaitu tipe مقورومدور/soft writing dan tipe مبسوط ومستقيم/hard writing) di jaman awal Islam, hanya 70an tahun sesudah itu di jaman Bani Abbas berkembang menjadi lebih dari 400 gaya dan nama seperti yg kita kenal: Naskhi, Sulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Riq’ah, Raihani, Shini, Kufi, Andalusi, Usyribah, Lu’lu’i, Silwati, Yaquti, dll.

Terinspirasi oleh kehadiran para pelukis kaligrafi yg “mendobrak” ini, saya coba membuat sejarah tahap-tahap perkembangan Seni Kaligrafi Islam di Indonesia melalui 5 gelombang, yaitu: Angkatan Perintis, Angkatan Orang-orang Pesantren, Angkatan Pelukis Pendobrak, dan Angkatan Kader MTQ.

salah satu karya kaligrafi Syaiful Adnan

Di RKS, naaaaah  saya lihat karya-karya pemberontakan “adzan rupa” Mas Syaiful. Saya menamakannya Khat *Syaifuli* dan Mas Syaiful setuju dg julukan itu. Seperti untuk  maestro-maestro lain, saya menamakan Khat Pirousi (A.D. Pirous), Khat Akrami (Sayid Akram), dan Khat Amani (Amang Rahman). Selama ini saya berpendapat “belum ada mazhab kaligrafi khas Indonesia”. Yg ada barulah produk atau gaya-gaya individual seperti itu. Kekayaan Mas Syaiful menonjol dalam keragaman tema pilihannya, seperti tauhid, zuhud, kebenaran dan kebatilan,  perjuangan hidup, pesan persatuan dan perdamaian, tali persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah,  akhlaq, sainstek, ketaqwaan, dzikir, sosial kemasyarakatan, amar-makruf dan nahi-munkar. Variasi tema ini seperti usaha kejar-kejaran dg tema-tema Alquran yg sesungguhnya banyak, variatif, dan tidak bisa dikejar. Apabila khat Kufi Barat Andalusi lahir dari pemberontakan terhadap Kufi Timur, maka sesungguhnya khat Syaifuli yg seragam satu bentuk tapi  tematis itu merupakan hasil pemberontakan terhadap Kufi Barat. Cirinya: goresan-goresan lengkung menukik melabrak huruf-huruf di bawahnya. Kesan “tanduk minang yg menyeruduk” memperkukuh eksistensi mazhab Syaifuli made in pelukis kelahiran Minangkabau tersebut.

Berdiri berlama-lama di RKS, seakan sedang berdiri menikmati lukisan gaya Syaifuli pada pameran (bersama guru-gurunya, Ahmad Sadali, A.D. Pirous, Amang Rahman, dan Amri Yahya) di Jeddah & Riyadh th. 1984, pameran bersama (dan satu-satunya mahasiswa)  MTQNas. X/1979 di Semarang, pameran bersama MTQNas. XI/1981 di Banda Aceh, sampai Pameran Lukisan Islami  bersamanya di Gd. Planetarium TIM Jakarta, tahun1988. Di Aceh tidak lepas dari tanggapan seorang WN Turki, _”Ma hadza? Hadza laisa khath!”_ (Apa ini? Ini bukan kaligrafi!). Tapi pengamat kaligrafi itu kagum dg keunikan karya Syaiful Adnan dkk. yg belum dilihatnya di negerinya. Mas Syaiful juga ingin madzhabnya dianut orang lain. Saat pembukaan pameran di Gd. Planetarium, ia mengusulkan sesuatu: “Mas Didin, apakah kaligrafi lukis bisa dilombakan di MTQ?” Tentu saja mustahil dikabulkan utk saat itu. Tapi saya yg, lagi-lagi, sependapat dg Mas Syaiful (karena kami selalu seiring-sependapat), tanpa pikir-pikir langsung mengiyakan, “Bisa.” Walaupun, melalui perjuangan panjang, lomba kaligrafi lukis-kontemporer baru diterima masuk ke MTQNas. XV th. 2014, di Kota Batam. Duuuh, masa penantian 24 tahun!

Ngobrol sambil tak henti-hentinya berpelukan di RKS, hanya nambah kenangan dg Mas Syaiful. “Serba sepakat, serba sama”. Mungkin juga karena kami sepantaran . Syaiful Adnan lahir di Saniangbaka, Solok, Sumbar 5 Juli 1957. Saya 10 hari sesudahnya di Karangtawang,  Kuningan, Jabar. Kami pun sama-sama bergerak sejak mahasiswa. Bedanya, Mas Syaiful teruuuus tekun melukis dg gaya khususiyat SYAIFULInya sampai mendirikan *Rumah Kaligrafi Syaiful Adnan* pada 24 Mei 2020 dari semula Rumah Makan Andalas sejak 1983. Sedangkan saya memilih jadi guru khat untuk membangun kader-kader kaligrafi dg mendirikan Lembaga Kaligrafi Alquran *Lemka* di Jakarta (20/4/1985, dan Mas Syaiful yg membuatkan logonya) dan Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka di Sukabumi (9/9/1998). Tapi semuanya ketemu dalam “satu tujuan”, yaitu _calligraphy development in Indonesia._

SAIFul artinya “pedang”. Tapi, mana saya lihat Mas Syaiful bawa-bawa pedang? Yg digenggamnya hanya pena yg dianggap lebih penting dari pedang, sambil menyarungkan PEDANG di bawah PENAnya. Boleh jadi benar kata Iskandar “The Great” Zulkarnain:

 

الأمرتحت شيئين: سيف وقلم. والسيف تحت القلم.

_”Segala persoalan berada di bawah dua benda: PEDANG dan PENA. Pedang di bawah pena.”