Pameran Potret: Bentara Budaya

Potret: Penyelidikan Estetis

oleh WAHYUDIN

Seni rupa modern Indonesia meninggalkan sejumlah warisan berharga bagi khazanah seni lukis potret di Indonesia—antara lain lukisan Di Depan Kelambu Terbuka (1939) karya S. Sudjojono, Pengantin Revolusi (1955) karya Hendra Gunawan, dan Ibuku (1941) karya Affandi.

Dengan itu, mereka memungkinkan kita untuk masuk menemu makna kehidupan personal dan realitas sosial-politik di Indonesia pada masa itu. Lukisan-lukisan itu boleh dibilang merupakan cermin estetis yang memampukan kita berkaca tentang pergulatan eksistensial pelukis dan pengamatan sosial mereka atas kehidupan sehari-hari.

Karena itulah seni lukis potret bukan hanya berkenaan dengan perkara personal, melainkan juga sosial-politik. Dengan kata lain, seni lukis potret memungkinkan seorang pelukis untuk menggambarkan-ungkapkan pengalaman pribadinya atas dirinya sendiri atau orang lain sekaligus memberikan pernyataan politis atas sosok pribadi dan orang lain yang tergambar di lukisannya.

Dalam hal itu, bentuk-bentuk seni lainnya—grafis, fotografi, dan patung—pun tak ketinggalan. Dalam seni patung, misalnya, kita bisa menyebut patung Jenderal Sudirman (1950) karya Hendra Gunawan yang hingga kini masih berdiri di halaman gedung DPRD Yogyakarta. Begitu pula dengan foto-foto karya Mendur bersaudara tentang sosok dan tokoh Indonesia pada masa Revolusi.

Pada perkembangannya seni rupa kontemporer menempatkan potret sebagai salah satu pokok perupaan penting dalam proses kreatif banyak perupa di Indonesia, tak terkecuali di Yogyakarta.

Walhasil, sulit untuk dimungkiri bahwa potret merupakan khazanah estetis dalam seni rupa kontemporer yang paling memungkinkan perupa bertungkus lumus dan menyelidiki bukan hanya hakikat sosok—tapi juga pokok yang terkandung di dalamnya.

Demikianlah, pameran Potret: Penyeldidikan Estetis di Bentara Budaya Yogyakarta, 13-22 Agustus 2019 ini berkehendak mempresentasikan ikhtiar kreatif—pikiran, perasaan, dan tanggapan—Aan Arief, Abdi Setiawan, Anusapati, Budi Ubrux, Dadang Rukmana, Dedy Sufriadi, Dipo Andy, F Sigit Santoso, Galam Zulkifli, I Nyoman Darya, Jumaldi Alfi, Kokoh Nugroho, Tantin Udiantara, Zulkarnaini atas potret dalam bahasa visual seturut kadar dan kecenderungan artistik atau sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi mereka.

Dengan begitu, pemirsa beroleh kesempatan melakukan penyelidikan estetis atas potret yang terselidik secara estetis dalam karya-karya 13 seni rupa (wan) tersebut.

Yogyakarta, 13 Agustus 2019