Pameran 80 nan Ampuh: Nalarroepa
Sejarah dan Masa Depan
oleh WAHYUDIN
80 tahun adalah sejarah yang memampukan seorang warga di Republik ini menjadi seorang manusia di atas rata-rata. Apalagi jika warga itu adalah warga seni rupa yang tidak biasa. Seorang pecinta seni rupa atawa kolektor dengan sebuah museum yang menyimpan ribuan karya seni rupa (wan) Indonesia lintas zaman—dari zaman Hindia-Belanda sampai zaman Pasca Reformasi.
Kecintaan semacam itu bukan hanya mengesankan, melainkan juga mengagumkan di sebuah republik yang hampir-hampir tak mengacuhkan seni rupa, kecuali sebagai sekadar aktivitas waktu-senggang orang-orang berkantong tebal.
Dengan begitu, mengoleksi karya seni rupa adalah sebuah ikhtiar sejarah untuk merawat dan mengabadi-kan daya cipta tak tepermanai warga negara bernama perupa di atas harga, citra, dan makna—bukan guna senang-senang belaka.
Ikhtiar itulah, pada hemat saya, yang memungkinkan kita untuk tak berkeluh-kesah tentang sejarah seni rupa kontemporer—alih-alih harapan kita akan masa depan seni rupa Indonesia. Sebab, kita tahu, sampai pada umurnya yang kedelapan puluh, dr Oei Hong Djien, OHD, atau Pak Dokter merefleksikan ikhtiar itu dengan sangat bagus sejarah itu lewat OHD Museum.
Maka, bolehlah kita percaya bahwa sejarah akan terus tumbuh di OHD Museum sebagai sebuah pencapa-ian untuk penghidupan yang lebih baik dan berkualitas, kalau bukan kesempurnaan di masa depan, bagi pengha-yat seni rupa Indonesia.
Atas kepercayaan itu, kami—Museum dan Tanah Liat (MDTL) dan Sicincin Indonesia Contemporary Art (SICA)-menggelar pameran “Delapan Puluh nan Ampuh” ini. Dengan ini pula momen historis dr Oei Hong Djien, OHD, atau Pak Dokter yang kedelapan puluh memampukan kami menghablurkannya menjadi momen este-tis dari tiga puluh tujuh karya seni rupa (wan) berukuran rata-rata 80 x 100 sentimeter ini: Agung Hanafi Purboaji, Agus Putu Suyadnya, Anton Subianto, Asep Maulana Hakim, Azhar Horo, Bambang Pramudiyanto, Bahaudin Udien AEE, Banny Jayanata, Budi Purnomo, Bulan Banuari, Eko Didyk Sukowati, Dadang Rukmana, Danni King Heriyanto, Diana Mahardika, Dodi Irwandi, Feri Eka Candra, Ifat Futuh, Irennius Bongky, Irwanto Lentho, Iskandar Fauzy, Tri Adhi Widyatmanto, Tri Anna Pambudi, Laila Tifah, Loli Rusman, Mahendra Pampam, M. Aidi Yupri, Muji Harjo, Oktaravianus Bakara, Paul Agustian, Ricky Wahyudi, Stevan Sixcio K, Theresia Agustina Sitompul, Yaksa Agus, Yayat Surya, Yoelexz Diposentono, dan Yuni Wulandari. Demikianlah-80 adalah sejarah, 100 adalah doa untuk masa depan.
Yogyakarta, 26 April 2019 Atas Nama MDTL dan SICA