JICAF #2

Jogja International Creative Arts Festival

JICAF #2

Visual Arts & Creative Industies

Collabiration

22 September – 2 Oktober 2022

Pakuwon Mall Atrium Yogyakarta

10 am – 10 pm

Organized by Faculty of Visual Arts – ISI Yogyakarta & Pakuwon Mall Yogyakarta, and supported by partners from overseas universities and industrial associations.
…………
JICAF’s Scope of Activities #2 is to formulate concepts, themes, and strategies for creative collaboration activities. Also explore the potential of creative people and creative industries who have talent in creating world-class products sourced from knowledge of Indonesian arts and cultural traditions. This festival is to help present, organize, and socialize works of art creatively and globally.

ISI Yogyakarta invited participants from the Bundipatnasilpa Institute and Silpakorn University Thailand; Seoul Institute of the Arts, Korea National University of Arts, Seocho-dong Campust, and Daehak-ro Campus; Eszterhazy Karoly University; UITM and Malaysian Institute of Art; Vietnam University of Fine Arts.

The exhibition material curated by Dr. Mikke Susanto, M.A. & Agus Sriyono, S.Sn. including fine arts (painting, sculpture, and graphics); applied arts (craft and design); Furniture and handicraft industry. A number of artists also supported this exhibition, including: Ichwan Noor, Ima+Nasirun, Lutse Lambert, Noor Asif, Timbul Raharjo, Eddi Prabandono, Hedi Hariyanto, Noor Jayadi, Ivan Bestari, and others.

 


 

Pameran bakaba #8

NOISE

8 Agustus 2022

Komplek Sarang Kalipakis
Tirtonirmolo, Kasihan , Bantul
Yogyakarta

Hakikat dari noise adalah mampu mengaburkan perihal utama. Walaupun yang membuat kabur tersebut akan mampu menjadi hal utama pula nantinya.

Art merupakan tradisi barat (Eropa Barat-Amerika), merupakan arus besar nan utama dalam art world. Sementara seni rupa Indonesia bermain di atas tradisi art, bermacam varian. Kata lainnya, seni rupa Indonesia bergumul di pinggir atau permukaan arus tersebut. Pergumulan inilah yang selama ini kita kritik, tampar, sekaligus diperjuangkan. Sesungguhnya, seni rupa Indonesia merupakan sebuah noise bagi perjalanan art.

Keadaan tersebut tak semata lantaran sumber daya manusia (seniman) tak kreatif dan inovatif, keberadaan seluruh okosistem seni rupa Indonesia tentu saja ikut serta memengaruhinya, juga Indonesia sebagai satu negara di tengah negara-negara lainnya.

  • Alam mengajarkan “Jangan menghadang dengan telapak tangan derasnya air terjun, jika tak ingin patah-patah dan hanyut, tapi jadikanlah itu sebagai tepian untuk setiap tubuhmu”. Artinya, sebuah usaha untuk menerima bukan sikap penolakan terhadap keadaan

Pameran “Berhenti Berpikir”

Berhenti Berpikir

Aa Nurjaman

Pameran tunggal seni rupa Ari Lancor di Tembi Rumah Budaya yang berlangsung pada 27 Juli – 11 Agustus 2022 berjudul “Berhenti Berpikir”. Judul ini menantang saya untuk menganalisis secara mendalam mengenai istilah berpikir yang selama ini digadang-gadang sebagai landasan konsepsi berkarya. Bagaimana tidak, secara umum karya-karya seni rupa modern-kontemporer mengutarakan hasil pemikiran yang disebut konsep. Konsep-konsep itu menjadi modal dasar para kurator untuk mendongkrak karya-karya seni rupa supaya memiliki nilai jual. Melalui penafsiran para kurator, karya-karya seni rupa dianggap memiliki nilai pemikiran yang berperan dalam kehidupan sosial. Tetapi bagaimana ketika Lancor justru menegaskan bahwa kini ia tengah “berhenti berpikir?”

Ungkapan Ari Lancor menjadikan saya menelisik perjalanan berkeseniannya. Berawal dari tidak bisa menamatkan sekolah STMnya di Yayasan Islam NU karena tidak mampu melunasi SPPnya, Lancor berangkat ke Bali bersama pamannya. Bekerja sebagai tukang ampelas di perusahaan mebel antik, yang kemudian bergaul di jalanan sambil belajar menggambar. Menggambar kemudian menjadi hoby yang dikerjakannya setiap ada kesempatan. Ia juga mempelajari karya-karya lukisan souveniran berikut cara menjualnya, dan dari sana ia mulai mendapatkan uang. Namun uang ternyata tidak menjadikan jiwanya bahagia, atau setidaknya mendapat kepuasan. “Ada sesuatu yang tak bisa dinilai dengan uang, yaitu berkarya dengan tanpa memikirkan apapun”.

Pameran Apa Kubilang

Pameran Tunggal Miko Jatmiko ” Apa kubilang”

Karya-karya Miko Jatmiko pada pameran tunggalnya yang ke-13 kali ini adalah karya-karya yang dihasilkannya di dalam penjara, yang merupakan metafor keberhasilannya dalam memutarbalikkan penderitaannya menjadi semangat juang. Sungguh suatu peluang dalam menemukan jati diri di dalam seni.

*Apa Kubilang?*

Garis-garis itu semacam garis hidup yang dialaminya hingga kini. Bisa dibayangkan, tahun 1996, ia berpenampilan perlente sebagai Direktur PT. Hasta Sadewa. Tetapi tahun 2005 berubah drastis, ketika ia menjadi pelukis dengan rambut gondrong, kaus oblong, bercelana jeans dengan sabuk berantai dan tidak jauh dari botol. Ia kerap ikut serta dalam beberapa event pameran seni rupa. Kemudian masuk penjara karena kegiatan ‘Fullmoon Malioboro’, yang mengukuhkan namanya sebagai Miko Malioboro. Dan kini, ia dengan serta merta ingin mengembalikan ke nama asalnya, Miko Jatmiko. Itulah sebagian kecil makna garis-garis dalam karya Miko. Garis-garis yang sudah menemukan jati dirinya sebagai Miko Jatmiko.

Mata air bangsa

Mata Air Bangsa

Pameran Mata Air Bangsa
Tanggal 30 juli 2022
Di OHD Museum
Jl. Jenggolo 14
Magelang

Pameran kelompok nesos

Pameran Prosaic Poelic

Pameran kelompok Nesos yang terdiri dari Aam Artbrow, Aly Waffa, Mayek Prayitno,
Mahendra Pampam, Wira Datuk, Suwandi Waeng, Rifai Prasasti, Ulil Gama dan Wibi Asrob
diselenggarakan di NW Art Space dari tanggal 23 Juli – 12 Agustus 2022. Pameran itu diberi
judul “Prosaic – Poetic” yang bisa diartikan sebagai ‘persoalan kehidupan keseharian yang
kemudian ditarik inti-intinya’ untuk dijadikan solusi dalam bahasa jiwa.

Merandai Pajang


Merandai Pajang

Merupakan sebuah pameran berkelanjutan dan pra-bakaba yang diadakan di sekretariat Sakato yang harus diikuti seluruh anggota sakato aktif.

Pameran Taman Rasa

Pameran Taman Rasa

Pameran Tunggal  Taman Rasa

Jumaldi Alfi

Arsiran

BILA handai tolan mengikuti keseharian pelukis Jumaldi Alfi seminggu saja, maka tiada mudah
untuk meringkusnya ke dalam satu gerak-gerik belaka. Ia lebih mudah terlihat di mana-mana
daripada bersitumpu pada satu sudut. Di dunia kita yang terlanjur terbagi menjadi ruang￾ruang yang gemar menciptakan garis tebal, ia justru santai berkeliaran dari satu tempat ke
tempat lain, khususnya ruang-ruang sosial yang tak sekali dua kali dalam pandangan umum
dianggap berbeda nilai. Tidak sebatas keasyikan berpindah-tualang atau semacam lompat
pagar belaka. Semua itu dijalaninya bolak-balik sebagai keseharian dengan intensitas yang
lebih-kurang sama. Pada diri sang pelukis, setiap tempat itu saling membayangi satu sama
lain, dalam berbagai irisan, sebagai suatu ‘arsiran sosial’.

Pameran senirupa

Pameran Tunggal Sinom Ing Mongso Ketigo

Pameran Tunggal Sinom Ing Mongso Ketigo

Pameran senirupa

pameran di Indie Art House