FREEDOME

Mendekati hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 75 pertemuan tidak sengaja membicarakan masalah kemerdekaan, seni rupa dan project seni Preeet. Bagaimana rasa nasionalisme itu terbangun dan dibangun dari berkumpul tidak sengaja. Berbicara masalah perjuangan melawan penjajah, melawan kolonialisme, kapitalisme, dan masalah oligarki, sampai pada pasar seni rupa. Quo Vadis Seni Preeet?

Pada intinya bagaimana menggagas pameran seni yang sederhana namun syarat makna. Melibatkan generasi milenial, tanpa mengurangi partisipasi orang tua yang mengaku perupa tapi sudah tidak berkarya kecuali dapat order atau dapat tawaran pameran (seniman masif) dan melibatkan masyarakat sekitar. Tidak hanya sekedar tontonan tapi juga tuntunan dan yang paling penting menghasilan kritik, selebihnya menghasilkan duit.

Masing-masing berbicara dengan kemampuan dan pengetahuan alakadarnya. Tanpa embel-embel gelar Prof.Dr. atau referensi buku, semua mengalir berdasar pengalaman alakadarnya. Bicara ngalor ngidul tanpa sedikitpun membahas masalah tranding topik masyarakat dunia, Covid-19. Mungkin pertemuan tidak penting dan tidak sengaja itu juga karena alasan virus itu atau karena ingin membebaskan diri dari virus yang membelenggu pikiran.

Barangkali karena terbiasa dan teruji dengan penderitaan yang kadang menakutkan seperti raksasa yang hendak mengejar dan melahap. Mental yang metal yang mantul (Mantap Bantul); segala sesuatu adalah kebutuhan hidup yang mau tidak mau harus dihadapi dan dilewati.

Pertemuan tidak sengaja itu melahirkan semangat Pancasila, semangat NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), guyub rukun, ingarso sung tulodho, bahagia walau menderita. Semua akan kembali kepada fitrahnya FREEDOME, yaitu sederhananya pameran seni rupa tidak sesederhana di Bangunjiwo Artdome.

Intinya menderita itu harus dirayakan rame-rame biar bahagia. Bahagia rame-rame itu harus disyukuri walau menderita. Intinya belajar tegar, belajar menghadapi kenyataan seperti seorang ibu. Intinya itulah kelebihan kita, yaitu ngeyel harus kreatif. Pepatah seni Preeet mengatakan; ‘Kita tidak pikir apa yang orang pikirkan, kita berpikir apa yang kita masalahkan.’

Bagaimana melihat orang bahagia, kita juga ikut bahagia. Bukan melihat orang pameran kita juga sibuk bikin pameran. Bukan juga sibuk ngomongin orang pameran jualan. Intinya kita semua orang butuh bahagia. Bisa pameran juga salah satu kebahagiaan, bisa juga itu penderitaan. Masih banyak seniman tidak bisa berpameran, dalam hatinya mungkin ingin sekali ikut pameran.

 

Edi Priyanto, Best Friend, Acrylic on Canvas, 30 x 30 cm, 2019

Edi Priyanto, Best Friend, Acrylic on Canvas, 30 x 30 cm, 2019

 

Mari ke Bangunjiwo Artdome ada pameran FREEDOME di Rumah Teletubies, Cikalan, Rt.02 DK II, Ngentak Bangunjiwo, Kasihan Bantul, Yogyakarta. Pameran seni rupa seniman kampung yang gawul. Bergaya NgeHip-Hop, NgePopSurealist, Ngabstrak, Ngekinetik, Ngegrafis, NgeBrut, Ngerealis contemporer, semua memiliki kelebihan kekuatan dan memiliki misi visinya masing-masing. Intinya Bahagia dan FREEDOME.

Pameran memperingati Kemerdekaan Indonesia ke 75 ini, menampilkan karya 17 seniman, diantara seniman yang pameran tersebut: Ahmad Arif Affandi, Dadah Subagja, Dadang Imawan, Deden FG, Desmond Zendrato, Edy Priyanto, Fikri MS, Juned Coret, Riki Antoni, Ipo Hadi, Nurify Basuki, Paul Agustian, Oktavianus Bakara, Sukri Budi Dharma aka Butong, Togi Mikkel, Wijexs, dan Windi Delta. Sekaligus meresmikan Bangunjiwo Artdome yang membebaskan oleh pemiliknya Deden FG dan Selectia Rizka Alissawarno.

Kita tidak menerima saran tapi kita menerima kritik. Semoga dengan adanya kritik kita semua sadar bahwa kita memiliki kelemahan dan kekurangan begitupun yang mengkritik. Kita akan selalu belajar sampai menemukan kesempurnaan.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 75 semoga semakin dewasa toto tentrem kerto raharjo, gemah ripah loh jinawi, bro di juru bro di panto ngalayah di tengah imah. Intinya mah kita bahagia. FREEDOME Bangunjiwo Artdome, Merdeka!!!

Bangunjiwo, 16 Agustus 2020

Jajang R Kawentar

Kurapreeet